Makalah Psikologi Islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dengan hadirnya filosofis-filosofis Barat yang menjelaskan tentang Psikologi, pengetahuan manusia semakin bertambah termasuk pengetahuan tentang ilmu jiwa. Pengertian jiwa menurut para filosifis Barat berbeda dengan pengertian jiwa menurut para tokoh Muslim. Dengan hadirnya tokoh-tokoh Muslim, pengetahuan didalam Agama Islam semakin berkembang sehingga Psikologi Islam pun muncul.
 Psikologi Islam adalah wacana psikologi yang didasarkan pada pandangan dunia islam. Pandangan-pandangan yang berasal dari khazanah islam diambil sebagai dasar utama pengembangan psikologi islam. Beberapa contohnya adalah fitrah, qalbu, ruh, nafs, insan kamil, sabar, syukur dan seterusnya.
Psikologi Islam lebih merupakan pandangan islam tentang manusia yang tidak harus dikait-kaitkan dengan pandangan Psikologi Barat, dan Psikologi Islam bukan bersumber dari filosofis barat. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai “Psikologi Islam”, guna mempermudah pemahaman kita.

B.     Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:
1.      Apa pengertian dan dasar psikologi islam?
2.      Apa ruang lingkup psikologi islam?
3.      Bagaimana manusia menurut al-Qur’an?
C.    Tujuan
1.      Memberikan pemahaman mengenai pengertian dan dasar psikologi islam.
2.      Memberikan penjelasan mengenai ruang lingkup psikologi islam.
3.      Memberikan penjelasan mengenai manusia menurut al-Qur’an.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Dasar Psikologi Islam
1.      Pengertian Psikologi Islam
Psikologi secara etimologi mengandung arti ilmu tentang jiwa. Dalam Islam kata jiwa di samakan dengan “an-Nafsu” namun ada juga yang menyamakan dengan istilah “ar-Ruh” seperti psikolog Zuardin Azzainu, tetapi istilah an-Nafsu  lebih populer dari istilah ar-Ruh, karena “Psikologi” dalam bahasa Arab lebih populer diterjemahkan dengan ilmu ”an-Nafsu” daripada ilmu ar-Ruh bahkan Sukanto Mulyo Martono lebih khusus menyebutnya dengan istilah Nafsiologi. Penggunaan isilah an-Nafsu di sebabkan karena obyek kajian psikologi adalah an-Nafsu sebagai aspek psikofisik dari manusia. Perlu dipahami bahwa istilah an-Nafsu berbeda dengan term soul dan psyche dalam psikolgi kontemporer barat. an-Nafsu adalah gabungan antara substansi jasmani dan rohani, sedangkan soul dan psychi hanya berkaitan dengan aspek psikis
Berikut adalah definisi psikologi Islam menurut para psikolog muslim:
a.       Menurut Jamaluddin Ancok, “psikologi Islam adalah ilmu yang berbicara tentang manusia, terutama masalah kepribadian manusia, yang bersifat filsafat, teori, metodologi dan pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal Islam (Al-Qur’an dan Al-hadits) dan akal, indra dan intuisi.
b.      Menurut Hanna Djumhanna Bastaman, Psikologi Islam ialah corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola prilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam kerohanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan.
c.       Menurut Jamaluddin Ancok dan Fuad Nasori, Psikologi Islam sebenarnya merupakan pandangan Islam tentang “manusia” yang tidak harus dikait-kaitkan dengan pandangan psiklogi barat. Dasar pendidikan psikologi barat adalah spekulatif philoshopis tentang manusia, sedangkan psikologi Islam didasarkan atas sumber otentik yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dapat disimpilkan bahwa psikologi Islam adalah kajian Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan prilaku kejiwaan manusia, yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah, agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat.
2.      Dasar tentang Psikologi Islam
Menurut kepercayaan umat islam bahwa Al-Quran dan Al-Hadis merupakan sumber ilmu pengetahuan, maka dasar dari psikologi islam adalah Al-Quran dan Al--Hadis.
Menurut ajaran islam, cara untuk memahami manusia dan alam semesta dapat dilakukan melalui dua pintu, yaitu ayat kauniyah dan ayat kauliyah. Diungkapkan oleh Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, untuk menggali manusia kita tidak semata-mata menggunakan teks Al-Qur’an dan Al-Hadis (ayat kauliyah), tapi juga dengan menggunakan, memikirkan, dan merefleksikan kejadian-kejadian yang berbeda di alam semesta dan terjadi pada diri manusia (ayat kauniyah) dengan menggunakan akal, indera, intuisi.
Secara umum, sumber pengetahuan yang paling dapat dipercaya adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis. Karenanya pengembangan teori Psikologi Islam dapat pula dirumuskan dengan menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadis sebagai sumber pokoknya. Secara ringkas, dapat dikatakan Al-Qur’an dan Al-Hadis adalah rujukan utama psikologi Islam. Psikologi islam memfokuskan perhatiannya pada masalah-masalah aspek dalam manusia.
 Dalam Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa kehidupan manusia tergantung pada wujud ruh dalam badannya. Tentang bagaimana wujudnya, bagaimana bentuknya, dilarang untuk mempersoalkannya (QS 17:85). Tetapi bagaimana ruh itu bersatu dengan badan yang kemudian membentuk manusia yang menjadi khalifah itu, dalam alqur’an Q.S. al-Hijr Ayat 29 dinyatakan
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
Artinya: “Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Mak tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (QS. Al-Hijr: 29)
Tingkah laku manusia adalah akibat dari interaksi antara ruh dan badan. Walaupun manusia mempunyai ruh dan badan, tetapi ia dipandang sebagai pribadi yang terpadu.
Dalam al-Qur’an Surat Al-A’raaf ayat 172, Allah SWT berfirman:   
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
                                                                                         
Allah telah mengeluarkan dari sulbi Adam dan keturunannya, generasi demi generasi sebelum mereka diturunkan ke  dunia, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka dengan firman-Nya “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Jawab mereka: “Betul (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi.” Dan Allah menyatakan bahwa Ia mengambil kesaksian terhadap mereka akan kedudukan-Nya sebagai Tuhan agar mereka pada hari kiamat, tidak menyatakan bahwa mereka tidak tahu akan hal itu. Dari sini tampak jelas bahwa dalam diri manusia terdapat kesiapan alamiah untuk mengenal Allah dan mengesakan-Nya. Jadi, pengakuan terhadap kedudukan Allah sebagai Tuhan tertanam kuat dalam fitrahnya dan telah ada dalam relung jiwanya sejak zaman azali.
Di dalam surat An-nisa’ ayat 1 juga disebutkan bahwa:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya. Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Q.S. An-Nisa’:1)
Selain ayat-ayat di atas, Allah juga berfirman dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 185 yaitu:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Artinya : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.(Q.S. Ali Imran:185 )
Contonya yaitu badan Fir’aun, dengan hikmah (kebijaksanaan)-Nya, telah ditetapkan untuk tetap terpelihara sejak 3000 tahun yang lampau dan masih ada sampai saat kita sekarang ini. Tujuannya adalah agar menjadi pelajaran serta bukti yang dapat dirasakan secara pasti oleh generasi yang datang setelah Fir’aun kebenaran Al-Qur’an. Oleh karena itu, badan atau mumi Fir’aun yang pernah mengejar Nabi Musa AS. Masih ada sampai sekarang ini di Museum Kairo, Mesir.
Ada dua alasan mendasar mengapa kita perlu menghadirkan psikologi islam. Alasan yang paling utama adalah karena islam mempunyai pandangan-pandangan sendiri tentang manusia. Psikologi islam itu merupakan konsep manusia menurut Al-Qur’an. Al-Quran sebagai sumber utama agama islam. Al-Qur’an adalah kitab petunjuk, didalamnya banyak terdapat rahasia mengenai manusia. Allah sebagai pencipta manusia, tentu tahu secara nyata dan pasti tentang siapa manusia. Lewat al-quran, allah memberitahukan rahasia-rahasia tentang manusia. Oleh karena itu Psikologi Islam disusun dengan memakai Al-Qur’an sebagai acuan utamanya. Sementara Al-Qur’an sendiri diturunkan bukan semata-mata untuk kebaikan umat islam, tetapi untuk kebaikan umat manusia seluruhnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, Psikologi Islam dibangun dengan arahan untuk kesejahteraan umat  manusia.
B.     Ruang Lingkup Psikologi Islam
Kajian dalam diri manusia banyak disebut-sebut Allah dalam Al-qur’an. Manusia menempati posisi penting dalam Al-qur’an. Surah pertama yang diturunkan kepada Rasulullah sudah berbicara tentang manusia. Khalaqal insaana min ‘alaq. Salah satu istilah yang berkenaan dengan manusia, yaitu Nafs disebut ratusan kali. Belum lagi istilah al-naas, al-basyar, dan al-insaan. Istilah-istilah tersebut menunjukkan betapa Al-qur’an begitu peduli berbicara tentang manusia. Istilah Nafs termasuk kata yang paling sering disebut-sebut oleh Al-qur’an, yaitu sebanyak lebih dari 300 kali. istilah Nafs bisa berarti “aku”, “pribadi”, “diri”, “makna derivatif ( nafsu )”, “sesama jenis”. Jiwa atau nafsu bukanlah hal yang berdiri sendiri. Ia merupakan satu kesatuan dengan badan. Antara jiwa dan badan muncul suatu kesinambungan yang mencerminkan adanya totalitas dan unitas.
Psikologi islam akan mengkaji jiwa dengan memperhatikan badan. Keadaan tubuh manusia bisa jadi merupakan cerminan jiwanya. Ekspresi badan hanyalah salah satu fenomena kejiwaan. Dalam merumuskan siapa manusia itu, psikologi islam melihat manusia tidak semata-mata dari perilaku yang diperlihatkan badannya. Bukan pula berdasarkan spekulasi tentang apa dan siapa manusia. Psikologi islam bermaksud menjelaskan manusia dengan merumuskan apa kata Allah tentang manusia.
Oleh karena itu, psikologi islam sangat memperhatikan apa yang Allah katakan tentang manusia. Artinya, dalam menerangkan siapa manusia itu, kita tidak semata-mata mendasarkan diri pada perilaku nyata manusia, akan tetapi bisa kita pahami dari dalil-dalil tentang perilaku manusia yang ditarik dari ungkapan Allah.
Kajian tentang diri manusia banyak disebut-sebut Allah dalam Al-Qur’an:

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami   di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Q.S. Fushshilat:53)

Ayat ini hendak mengungkapkan bahwa dialam semesta maupun dalam diri manusia terdapat sesuatu yang menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah. Yang dimaksud dengan sesuatu itu adalah rahasia-rahasia tentang keadaan alam dan keadaan manusia. Apabila rahasia-rahasia tersebut disingkap manusia, maka jadilah manusia sebagai makhluk yang berpengetahuan dan berilmu.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam diri manusia ada kompleksitas yang bisa dijadikan lahan kajian. Dalam berbagai ayat banyak disebutkan istilah-istilah yang berbicara tentang keadaan diri manusia, seperti nafs, aql, ruh, qalb, fitrah, dan sebagainya. Menurut Djamaludin Ancok dan Fuad Nashaori ada beberapa hal yang harus menjadi catatan, yang pertama bahwa kajiaan mengenai manusia bukanlah kajiaan yang berdiri sendiri tetapi digunakan untuk menuju Allah, yang kedua adalah untuk mengenal siapa manusia kita tidak semata-mata menggunakan teks Al-Qur’an, tapi juga menggunakan, memikirkan dan merekflesikan kejadian-kejadiaan di alam semesta dengan akal pikiran, indra dan intuisi.
C.    Manusia Menurut Al-Qur’an
Manusia adalah makhluk yang mempunyai kesadaran akan dirinya sendiri. Oleh karena itu manusia adalah makhluk yang ingin mengenai  dirinya dan selalu merefleksikan dirinya, disadari ataupun tidak disadari.
Dalam al-Qur’an surat al-Mu’minun ayat 12-16 dijelaskan bahwa manusia diciptakan dari sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian Allah jadikan sari pati itu nutfah (sperma yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nutfah itu Allah jadikan ‘alaqah (segumpal darah menggantung), lalu ‘alaqah itu Allah jadikan segupal daging, dan segumpal daging itu Allah jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Allah bungkus dengan daging, kemudian Allah jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Itulah proses kejadian manusia yang digambarkan oleh Al-Qur’an. Istilah nutfah dan ‘alaqah dapat dimengerti lebih tepat setelah Ilmu Kimia dan Genetika berkembang pesat. Kalau kita perhatikan penjelasan didalam ayat tadi, betapa hebatnya Al-Qur’an mengutarakan fakta-fakta ilmiah yang tidak mungkin diketahui manusia ditanah Arab boleh dikatakan tidak ada, yang ada hanya ada ilmu pengobatan secara primitif. Pada ayat itu, proses kejadian manusia dan perkembangannya lebih digambarkan secara biologi dan psikologi, walaupun proses itu tak dapat dipisahkan dengan segi psikologi (nafsiah) dan rohaniah.
Di dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78 dijelaskan tentang perkembangan kehidupan jiwa manusia. Pada waktu dilahirkan, manusia tidak mengetahui sesuatupun. Ia belum sadar akan dirinya. Ia belum tahu siapa dirinya. Kemudian Allah memberinya pancaindra, sehingga ia mengenal benda-benda dan materi sekitarnya. Ia diberi pendengaran, sehingga ia mengenal suara-suara. Sesudah itu diberi penglihatan. Dari penyelidikan pisiologi dan psikologi, indra pendengaran berfungsi lebih dahulu daripada indra penglihatan. Lalu Allah memberinya hati, mata hati, kesadaran atau akal budi yang disebut “af’idah”. Af’idah mengandung aspek kemauan, perasaan dan pemikiran. Kurang lebih umur tiga tahun, si anak mulai mengenal “Aku” jasmaniahnya. Ia mengenal badannya yang ternyata bukanlah kepunyaan orang lain. Pada masa puber, mata hati atau af’idah ini menuju kesempurnaan. Manusia mulai mengenal “Aku” rohaniahnya. Ia mengenal dirinya berbeda dengan individu lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat diutarakan bahwa konsepsi Al-Qur’an tentang manusia antara lain meliputi aspek jasmaniah, psikologi dan rohaniah. Berbeda dengan konsepsi Barat (sains) yang hanya melihat segi empiriknya saja dari manusia dan kurang memperhatikan hal-hal yang rohaniah. Segi jasmaniah manusia digambarkan pada penciptaannya yang berasal dari turab, tanah, lumpur hitam yang diberi bentuk dan akhirnya menjadi tanah kering seperti tembikar. Segi psikologi manusia diuraikan dengan adanya af’idah dan nafs. Sedangkan segi rohaniah digambarkan dengan peniupan ruh-ilahi kepadanya. Manusia menjadi mahluk jasmani dan rohani sebagai satu kesatuan yang utuh, saling melengkapi (komplementer), serasa dan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. antara jasmani nafs dan kerohanian bukan merupakan dua ataun tiga substansi yang terpisah secara jelas tapi merupakan satu kesatuan yang berproses secara berlanjut mulai dari penyatuan sperma dengan ovum sampai menjadi insan kamil. Manusia berbeda dengan hewan yang tidak memiliki kehidupan kerohanian dan berbeda dengan mlaikat yang bukan materi. Dari segi jasmani dan prosesnya , manusia serupa dengan binatang, yakni memiliki ciri-ciri biologi, psiologi,refleksiologi, dan beberapa ciri psikologi yang bersipat instingtik mekanistis seperti naluri mempertahankan hidup, mempertahankan diri, mengembangkan jenisnya, kemampuan belajar melalui kebiasaan, pengalaman, latihan, kondisioning dan semacam nya.  Dari segi rohaniah, manusia serupa dengan malaikat yang berusaha mensucikan dirinya, rindu akan keutaman, kemuliaan, nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, pemberian makna hidup, mencari dan mendekatkan diri pada penciptanya, rindu menyembah, mengagungkan dan mengabdi kepada Tuhan serta berusaha untuk mencapai kesempurnaan.
Manisia di gambarakan oleh al-qur’an secara jasmaniah dengan proses perkembangan, mulai dari sari pati tanah, nutfah alaqoh, mudgah,tulang belulang yang kemudian di bungkus daging, kemudian terbentuklah makhluk baru dan akhirnya menemui kematian.
Pembentukan dan proses perkembangan kehidupan psikologi seorang individu di gambarkan mulai dari tidak tahu apa-apa, berfungsinya pendengaran, penglihatan, di jadikan af’idah, akal budi dan nafs. Proses perkembangan rohaniah kemanusiaan digambarkan mulai dari peniupan ruh  ( ciptaan)  Allah, penerimaan Nabi Adam akan kalimat-kaliamat Tuhanya, pingsannya Nabi Musa karena melihat kebesaran dan kekuasaan Allah (cahaya allah) pada sebuah gunung penerimaan kalam ilahi secara sempurna oleh Nabi Musa dan Nabi Isa sampai dengan menghadapnya Nabi Muhammad ‘wajhan-biwajhin’ pada waktu mi’raj.
Nampak jelas perkembangan manusia secara jasmaniah dan rohaniah sejak penciptaan Nabi Adam a.s  samapai Nabi terakhir, Muhammad saw. Secara jasmaniah bentuk manusia sekarang adalah bentuk terbaik dan paling harmonis sebagai hasil akhir perkembanganya. Rohani Nabi Muhammad saw adalah paling sempurna sebagai hasil perkembangan kehidupan rohaniah manusia sejak di tiupnya dari ciptaan ruh Allah, dan tidak akan lagi peningkatan kesempurnaan rohaniah yang melebihi Nabi Muhammad saw, kehidupan jasmaniah, psikologi dan rohaniah manusia selalu merupakan tantangan bagi cendekiawan untuk menelitinya. Itulah salah satu bukti tanda keagungan Allah.

BAB III
PENUTUP
A.   Simpulan
1.      psikologi Islam adalah kajian Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan prilaku kejiwaan manusia, yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah, agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat. Jadi dasar Psikologi Islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2.      Ruang lingkup Psikologi islam akan mengkaji jiwa dengan memperhatikan badan. Keadaan tubuh manusia bisa jadi merupakan cerminan jiwanya. Ekspresi badan hanyalah salah satu fenomena kejiwaan. Dalam merumuskan siapa manusia itu, psikologi islam melihat manusia tidak semata-mata dari perilaku yang diperlihatkan badannya. Bukan pula berdasarkan spekulasi tentang apa dan siapa manusia. Psikologi islam bermaksud menjelaskan manusia dengan merumuskan apa kata Allah tentang manusia.
3.      Dapat  diutarakan bahwa konsepsi Al-Qur’an tentang manusia antara lain meliputi aspek jasmaniah, psikologi dan rohaniah. Berbeda dengan konsepsi Barat (sains) yang hanya melihat segi empiriknya saja dari manusia dan kurang memperhatikan hal-hal yang rohaniah. Segi jasmaniah manusia digambarkan pada penciptaannya yang berasal dari turab, tanah, lumpur hitam yang diberi bentuk dan akhirnya menjadi tanah kering seperti tembikar. Segi psikologi manusia diuraikan dengan adanya af’idah dan nafs. Sedangkan segi rohaniah digambarkan dengan peniupan ruh-ilahi kepadanya.
B.   Saran
Dengan selesainya makalah ini kami berharap bahwa kita sebagai umat yang beragama islam, lebih memahami psikologi menurut agama islam dan perbedaannya dengan psikologi menurut pandangan filosofis barat, agar tidak salah memahami tentang manusia, baik asal usulnya  maupun yang lainnya. Semoga kita menjadi hamba yang tunduk dan patuh kepada pencipta kita yaitu Allah SWT.

No comments:

Post a Comment